Mentan Amran : Beras Ilegal Ditindak, Sebelum Bersandar Di Batam

By Admin


nusakini.com, Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman kembali menunjukkan tindakan tegas terhadap masuknya beras ilegal. Setelah sebelumnya menyegel 250 ton beras ilegal di Sabang, kini Mentan Amran menyegel 40,4 ton beras ilegal di Batam. Kapal yang membawa beras itu bahkan belum sempat bersandar penuh di Pelabuhan Tanjung Sengkuang ketika aparat sudah bergerak mengamankan seluruh muatan tersebut pada Senin malam (24/11/2025).

Barang ilegal yang diamankan tidak hanya beras, tetapi juga komoditas lain berupa 4,5 ton gula pasir, 2,04 ton minyak goreng, 600 kilogram tepung terigu, 900 liter susu, 240 botol parfum, 360 bungkus mie impor, serta 30 dus produk frozen food.

Laporan awal diterima pada Senin usai Magrib melalui kanal Lapor Pak Amran. Begitu laporan masuk, Mentan Amran langsung menghubungi Pangdam Kepri, Kapolda Kepri, Gubernur Kepri, Wali Kota Batam, serta Dandim Batam untuk meminta aparat bergerak cepat. Berkat koordinasi tersebut, seluruh barang ilegal langsung diamankan setibanya di pelabuhan.

Ia menyebutkan bahwa terdapat 5 anak buah kapal (ABK) yang saat ini sedang diperiksa aparat. Seluruh beras ilegal tersebut masih dalam kondisi disegel sambil menunggu proses hukum lebih lanjut.

Mentan Amran menegaskan bahwa isu ini bukan dilihat pada jumlah 40 tonnya, melainkan dampak psikologis dan ekonomi yang dapat menghancurkan semangat 115 juta petani padi di Indonesia. 

“Bayangkan jika petani saat ini sedang semangat tanam tiba-tiba impor, bisa pusing 115 juta petani kita nanti, “ ungkap Mentan Amran dalam keterangan persnya di Kalibata, Jakarta (25/11/2025)

Menurutnya, Presiden saat ini telah mengeluarkan 19 deregulasi besar untuk mempermudah petani, mulai dari penurunan harga pupuk sebesar 20 persen, kenaikan volume subsidi pupuk dua kali lipat, bantuan alsintan, hingga dukungan modal petani. Kondisi ini membuat motivasi petani sedang berada pada titik tertinggi.

Ia menegaskan bahwa stok beras nasional saat ini dalam kondisi sangat aman. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional mencapai 34,7 juta ton dan stok Bulog telah mencapai 3,8 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah. Karena itu, impor ilegal bukan saja tidak diperlukan, tetapi juga berbahaya bagi kepercayaan dan kesejahteraan petani. 

“Kalau mereka (petani) demotivasi dan tidak berproduksi, dampaknya kita akan import lagi, “ tegas Mentan Amran

Mentan Amran menilai bahwa jika petani mendengar bahwa beras impor tetap masuk ketika mereka sedang menanam, maka yang rusak bukan hanya harga, tetapi mental mereka. Karena itu, pemerintah harus hadir tegas.

Mentan Amran menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Pangdam, Kapolda, Wali Kota, Gubernur, Dandim, Bea Cukai, dan aparat penegak hukum yang bergerak cepat. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas, termasuk menelusuri pelaku dan jalur penyelundupan. 

Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah telah menyampaikan di forum internasional bahwa Indonesia menargetkan tidak ada impor beras pada 2025 dan sedang menuju swasembada tahun ini.

“Ini bukan soal regulasi semata, tetapi menyangkut harga diri bangsa dan nasib petani kita. Negara tidak boleh diam,” tegasnya.

Lebih lanjut Mentan Amran menegaskan bahwa meskipun Batam merupakan free trade zone atau kawasan perdagangan bebas, hal itu tidak berarti barang dapat keluar masuk secara bebas tanpa memperhatikan kebijakan nasional. Ia menyampaikan bahwa mekanisme kawasan bebas tetap harus menghormati kebijakan pangan pusat, terutama karena beras merupakan komoditas strategis nasional yang sensitif dan menyangkut stabilitas produksi dalam negeri.

Mentan Amran menegaskan bahwa penindakan tegas akan terus dilakukan untuk menjaga stabilitas pangan nasional, melindungi petani, dan memastikan tidak ada celah bagi masuknya beras ilegal ke Indonesia.

Ia kembali mengajak masyarakat melaporkan setiap potensi pelanggaran melalui kanal Lapor Pak Amran di nomor 0823-1110-9390 sebagai bentuk partisipasi publik dalam menjaga kedaulatan pangan bangsa. (*)